Bank Dunia mengatakan tambang Sumatera Utara menimbulkan risiko “ekstrim”

Investigasi oleh pengawas internal bank memperingatkan bahwa tambang Dairi Prima Mineral yang diusulkan, yang didukung oleh kelompok pertambangan China Nonferrous, mengancam masyarakat lokal dan adat serta lingkungan
DPM Field Office Dairi

Investigasi Bank Dunia telah menyimpulkan bahwa tambang seng dan timah yang sedang dikembangkan di Sumatera Utara, Indonesia oleh Dairi Prima Mineral, anak perusahaan dari China Nonferrous Metal Industry’s Foreign Engineering and Construction (NFC) menghadapkan komunitas sekitar dengan “risiko ekstrem” Yang menjadi perhatian khusus adalah bendungan tailing yang dirancang ini dimaksudkan untuk menyimpan produk sampingan beracun dari kegiatan penambangan, yang menurut para ahli hampir pasti rusak. Laporan investigasi mencatat bahwa kerusakan semacam itu “dapat mengakibatkan dampak  terhadap kehidupan dan mata pencaharian beberapa ribu penduduk desa yang berada di hilir secara signifikan dan kemungkinan tidak dapat dipulihkan”

“Bank Dunia telah mengonfirmasikan bahwa tambang Dairi merupakan bencana yang tinggal menunggu waktu untuk terjadi,” kata Tongam Panggabean, Direktur BAKUMSU, sebuah perkumpulan bantuan hukum di Sumatera Utara yang bertindak sebagai kuasa  hukum bagi masyarakat setempat yang menentang pembangunan tambang tersebut. “Jika pemerintah Indonesia memberi lampu hijau kepada proyek ini sekarang, jelas mereka bersedia mengorbankan keselamatan masyarakat ini untuk  kepentingan bisnis/perusahaan  besar.”

Penyelidikan dilakukan setelah masyarakat setempat  yang menentang proyek tersebut mengadukan kepada pengawas internal Bank Dunia, Compliance Advisory Ombudsman (CAO). Pengaduan itu diajukan setelah penyelidikan oleh Inclusive Development International mengungkapkan adanya hubungan keuangan antara International Finance Corporation (IFC), anggota Grup Bank Dunia, dan pengembang tambang, Dairi Prima Mineral, melalui perantara keuangan. Pengaduan tersebut memaparkan bahwa menurut kebijakan IFC sendiri, pengembang tambang diwajibkan untuk mematuhi standar Bank Dunia untuk perlindungan sosial dan lingkungan

Setelah pengaduan diajukan, pemilik tambang memutuskan hubungan keuangannya dengan perantara IFC, Postal Savings Bank of China, untuk menghindari penyelidikan lebih lanjut. Meskipun demikian, CAO melaporkan beberapa temuan yang memberatkan dalam laporan penilaian kepatuhannya:

  • Pakar keamanan bendungan independen CAO menemukan bahwa, “mengingat kombinasi risiko seismik yang tinggi, curah hujan yang tinggi, ketinggian akhir bendungan yang diusulkan, dan lokasi hilir desa, rusaknya bendungan tailing di lokasi [Dairi Prima Mineral] akan dianggap kejadian ‘ekstrem’ menurut Pedoman [Komite Nasional Australia untuk Bendungan Besar] Pedoman untuk Bendungan Tailing,” pedoman yang oleh Dairi Prima Mineral sendiri diklaim diterapkan.
  • Risiko dan kemungkinan dampak dari runtuhnya bendungan akan dirasakan oleh beberapa ribu orang yang tinggal dan bertani di hilir di tambang yang diusulkan
  • Potensi drainase asam dari bendungan tailing yang direncanakan tersebut juga menimbulkan risiko kontaminasi terhadap sumber air permukaan dan air tanah yang memasok masyarakat setempat
  • Perusahaan telah menyadari risiko-risiko ini—termasuk dalam Adendum ANDAL tahun 2021—tetapi tidak pernah menanganinya secara memadai. Laporan tersebut mencatat bahwa Adendum, yang mewakili informasi terbaru dan komprehensif tentang tambang dan desain bendungan tailing, tidak memiliki detail penting tentang pengelolaan dan penyimpanan tailing, “dengan tidak menyediakan detail setelah delapan tahun pertama dari proyeksi umur tambang 30 tahun”
  • Dairi Prima Mineral tidak mengakui penduduk masyarakat sekitar sebagai Masyarakat Adat sesuai dengan kebijakan upaya perlindungan IFC, menunjukkan bahwa kebutuhan akan Persetujuan Berdasarkan Informasi Awal tanpa Paksaan “mungkin telah diabaikan”.

Temuan ini sangat selaras dengan penilaian sebelumnya yang dilakukan oleh dua ahli dunia. Richard Meehan, seorang ahli terkenal dunia bidang bendungan di daerah dengan aktivitas seismik, menyarankan bahwa bendungan tailing apa pun di lokasi yang diusulkan Dairi Prima Mineral hampir pasti akan runtuh karena fondasi yang tidak stabil . Steve Emerman, seorang ahli lingkungan penambangan timah-seng, memperingatkan bahwa runtuhnya tambang semacam itu berpotensi menyebabkan kematian besar-besaran di masyarakat sekitar dan kerusakan lingkungan jangka panjang..

Orang-orang yang tinggal di dekat tambang marah. “Kami tidak pernah menyetujui tambang yang sangat berisiko ini. Kami tidak pernah diberi kesempatan untuk membuat keputusan soal proyek ini,” kata Ibu Rainim Purba dari Desa Pandiangan. “Proyek ini berpotensi membunuh kami dan kami telah memperjelas bahwa kami tidak ingin tambang berbahaya ini dan limbah berbahayanya disimpan di halaman belakang kami”

Bencana tailing lainnya telah menewaskan ratusan orang dan menghancurkan ratusan kilometer sungai

Peran Pemerintah Indonesia

Perubahan proyek, termasuk lokasi baru untuk fasilitas penyimpanan tailing, memerlukan persetujuan lingkungan dari pemerintah Indonesia untuk melanjutkan dan agar tambang beroperasi secara legal. Namun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan belum menerima permintaan revisi AMDAL Dairi Prima Mineral . Analisis risiko perusahaan sebelumnya dipertanyakan selama sidang di hadapan Komisi Penilai AMDAL Pusat pada Mei 2021, di mana kementerian meminta Dairi Prima Mineral untuk mengajukan revisi Adendum yang menjawab pertanyaan terkait keamanan bendungan tailing yang diusulkan.

Menurut pendapat dari satu ahli ke ahli lain, tambang yang diusulkan ini terlalu berbahaya untuk dibangun dalam bentuk apa pun. Jelas persetujuan lingkungan seharusnya tidak  diterbitkan,” kata Natalie Bugalski, Direktur Hukum dan Kebijakan di Inclusive Development International. “Temuan CAO seharusnya menjadi lonceng kematian bagi tambang Mineral Dairi Prima”

Peran Investor Tiongkok

Sebagai pemilik mayoritas Dairi Prima Mineral, perusahaan negara Tiongkok, Foreign Engineering and Construction (NFC) terlibat jauh dalam manajemen dan operasi DPM. Ia juga merupakan kontraktor teknik, pengadaan dan konstruksi tambang. Dalam laporannya, CAO menyimpulkan bahwa NFC memiliki kontrol aktif terhadap DPM dan secara khusus bertanggung jawab atas pembangunan tambang

Meski perusahaan belum menyerahkan revisi Adendum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan untuk mengatasi masalah yang belum terselesaikan, sebagaimana diminta oleh pemerintah Indonesia, NFC mengklaim telah mendapatkan pinjaman untuk tambang dan telah melanjutkan proyek tersebut. Meskipun belum mendapat persetujuan, Dairi Prima Mineral telah mendapatkan tanah untuk fasilitas penyimpanan tailing dan telah mulai bekerja yang oleh para ahli setempat, termasuk BAKUMSU, jaringan pertambangan nasional (JATAM), dan Pusat Hukum Lingkungan Indonesia (ICEL), diyakini melanggar  menurut hukum di Indonesia

Proyek ini juga berjalan meskipun faktanya fasilitas yang direncanakan jelas-jelas gagal memenuhi kebijakan keselamatan domestik Tiongkok yang secara tegas melarang bendungan tailing baru berada dalam jarak 1 kilometer di hulu pemukiman

“Publikasi laporan ahli independen ini harus menjadi peringatan bagi pemerintah Indonesia, pengembang proyek dan pemberi pinjaman, yang sekarang tidak dapat lagi mengklaim tidak tahu mengenai hebatnya risiko yang didatangkan (proyek) ke kehidupan manusia,” tambah Bugalski. “Setiap pengembangan dan pembiayaan lebih lanjut yang diberikan untuk proyek tersebut akan menjadi Tindakan yang  sangat tidak bertanggung jawab dan membuat pengembang dan pemberi pinjaman terpapar risiko dalam hal keuangan, reputasi, dan hukum yang sangat besar”

Tags:

Sign Up!

Hey, you seem interested in our work.  Why not sign up to our mailing list for occasional updates, alerts and actions?